Penataan Kamera Pada Film Fiksi Naya Sebagai Upaya Pencegahan Maraknya Penyimpangan Role-play K-pop Di Kalangan Remaja

Authors

  • Anfahdilla Fitri Telkom University
  • Yoga Sudarisman Telkom University

Abstract

Abstrak Media sosial kini tidak hanya digunakan sebagai media untuk berkomunikasi dan berinteraksi saja, tetapi sebagai media hiburan juga. Salah satu media hiburan yang muncul di dalam media sosial adalah role-play. Role-play merupakan sebuah permainan virtual di media sosial yang berperan sebagai orang lain atau bisa disebut dengan seseorang yang menjadi karakter palsu. Karena identitas palsu tersebut tutur kata yang digunakan pada media sosial pun tidak sesuai dengan identitas asli si pemilik akun. Sehingga timbulnya penyimpangan yang terjadi pada dunia role-play tersebut. Untuk itu perlu media untuk menjadi wadah sebagai peringatan atau pencegahan kepada remaja-remaja yang terlibat di dunia role-play ataupun remaja-remaja yang baru saja akan bermain role-play tersebut. Melalui film fiksi ini diharapkan dapat meminimalisir terjadinya kasus cyberbullying, cybersex dan chat sex di kalangan remaja. Di dalam sebuah film, penataan kamera menjadi suatu hal yang paling penting karena melalui potongan-potongan gambar yang ditampilkan dapat membuat penonton ikut terbawa kedalam cerita tersebut. Kata kunci : Film Fiksi, Role-play, Cyberbullying. Abstract Social media is not used as a media to communicate and interact but also as an entertainment media. One of the entertainment media that emerged in the social media is role-play. Role-play is a virtual game in social media. The user will acts as someone else or can be called someone who have a fake character. Because of the identity is fake so they can said the words that they used on social media that not in accordance with the original identity of the owner of the account.. So an incidence of irregularities occurs in the world of role-play itself. Because of that, it needs the media to be a tool as a warning or prevention for teenagers that involved in the world of roleplay or teenagers who trying the role-play. Through this fiction film, it’s expected to minimize the occurrence of cases of cyberbullying, cybersex and chat sex among teenagers. In the movie, the arrangement of the camera becomes the most important thing because through the pieces of images displayed can make the audience carried along into the story. Keywords: Fiction Movie, Role-play, Cyberbullying. ISSN : 2355-9349 e-Proceeding of Art & Design : Vol.5, No.3 Desember 2018 | Page 1065 1. Pendahuluan Menurut John Storey, Budaya yang disukai secara luas oleh banyak orang-orang disebut budaya populer, budaya pop/popular culture, atau budaya massa/mass culture. Salah satu budaya populer yang berkembang pesat saat ini adalah budaya Korean Wave. Korean Wave mengacu pada popularitas budaya Korea di luar negeri dan menawarkan hiburan Korea yang terbaru yang mencakup film dan drama, musik pop, animasi, games dan sejenisnya. (Puspitasari, 2013:3) Dalam penelitian ini penulis akan fokus kepada salah satu budaya Korea yang saat ini paling banyak digemari yaitu, musik Korean Pop atau K-Pop. Ketertarikan masyarakat terhadap musik K-Pop diawali dengan mendengarkan beberapa soundtrack dari sebuah serial drama dan film Korea. Ketertarikan tersebut membuat mereka mulai menyukai dan menggemari musik-musik dari negara Korea tersebut. Tidak hanya musik santai di beberapa serial drama saja, tetapi musik dengan genre dance pop sekarang sangat popular di kalangan masyarakat. Musik pop yang dikombinasikan dengan beberapa tarian dan wajah dari idol tersebut dapat menambah daya tarik tersendiri. Di kalangan remaja penggemar musik K-Pop mempunyai salah satu idol grup atau public figure yang sangat mereka gemari. Biasanya mereka menyebutnya dengan istilah “biasâ€. Ketertarikan mereka terhadap idol tersebut secara berlebihan menimbulkan sifat fanatisme dikalangan remaja terhadap musik Korea Selatan. Rasa suka secara berlebihan terhadap seseorang atau public figure menimbulkan rasa inisiatif remaja untuk mencari informasi lebih mendalam terhadap idola yang mereka gemari. Baik gaya hidup mereka, keseharian mereka hingga privasi dari idola tersebut. Rasa ketertarikan secara berlebihan ini menimbulkan fenomena baru yang disebut dengan Role-play. Role-play adalah sebuah kegiatan memainkan sebuah peran atau karakter palsu (baik diciptakan sendiri maupun yang sudah ada). Dimana rata-rata para pemain role-play merupakan remaja yang masih rentang terhadap arus pergaulan. Salah satu contoh kasus cyberbullying yang terjadi di dunia role-play yaitu caption seorang pengguna aku role-play di media sosial facebook yang menyinggung akun role-play lainnya. Dan pada akhirnya akun-akun role-play lainnya ikut mengomentari caption tersebut dengan kata-kata negatif. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menjadi seorang penata kamera dalam pembuatan film fiksi ini agar film yang dibuat nanti nya dapat menyampaikan informasi kepada masyarakat melalui penataan kamera yang tepat, dan dapat menarik minat dan perhatian para penonton 2. Dasar Teori Perancangan Di zaman era modern saat ini, internet menjadi sebuah kebutuhan bagi orang-orang. Tidak terkecuali pastinya bagi kalangan remaja. Pada zaman sekarang orang-orang tidak lagi kesulitan mengakses internet. Tidak perlu lagi menggunakan internet melalui komputer. Dengan munculnya gadget atau telepon seluler di tengah-tengah kehidupan membuat orang-orang sangat mudah mengakses internet dimana saja dan kapan saja. Salah satu nya mengakses media sosial. Role-play adalah sebuah aktivitas atau kegiatan yang memainkan sebuah identitas palsu. Secara garis besar bisa dikatakan bahwa seseorang yang bermain role-play adalah orang yang sedang berpura-pura menjadi orang lain di media sosial. Menurut Sarah Fatmawati, didalam role-play terdapat sebuah agency yang dibagi menjadi 2 jenis, yaitu Closed Agency: Sebuah agensi yang melarang anggotanya untuk mengikuti agensi lainnya dan hanya memperbolehkan mengikuti para anggota agensi saja dan Open Agency: Sebuah agensi yang memperbolehkan anggotanya untuk mengikuti agensi lainnya dan juga memperbolehkan para anggotanya untuk mengikuti para anggota lain baik di agensi tersebut maupun diluar agensi. Fatmawati (2017:5). Menurut Dimas Permadi, Role-play dibagi menjadi 2 jenis yaitu, In Character (IC) adalah seorang role-play akan bersikap dan menjadi karakter tersebut mulai dari sifat dan kepribadiannya mengikuti sesuai dengan karakter asli yang diperankannya. Sedangkan Out of Character (OOC) adalah kebalikan dari In Character yaitu peran yang dimainkan keluar dari karakter kepribadian yang diperankan. Pada masing-masing jenis ini nantinya akan memiliki sebuah genre . Genre tersebut nantinya akan memiliki alur cerita sendiri yang telah dipilih oleh pemainnya. Berikut genre ISSN : 2355-9349 e-Proceeding of Art & Desig

Downloads

Published

2018-12-01

Issue

Section

Program Studi S1 Desain Komunikasi Visual