Perancangan Penataan Kamera Pada Film Dokumenter Berjudul Tanpa Batas

Authors

  • Aniiq Maisyaroh Choirunnisa Telkom University
  • Teddy Hendiawan Telkom University

Abstract

Abstrak

Penyandang disabilitas membutuhkan perlakuan yang setara dan layak dari keluarga dan masyarakat.
Mereka masih saja dianggap sebagai sesosok yang lemah, tidak bisa melakukan apa-apa, dan
keterbelakangan. Padahal, mereka memiliki potensi yang tertanam di dalam diri mereka, salah satunya di
bidang seni. Seni tari menjadi kegiatan yang ditekuni oleh Taufan, salah satu penyandang tunarungu
lulusan Art Therapy Center. Berkat dukungan dan perlakuan yang baik dari orang-orang di sekitarnya,
Taufan merasa nyaman dan percaya diri untuk menggali potensi yang ia miliki. Ia juga mendapatkan
panggung untuk menunjukan potensi yang ia miliki, sehingga ia mendapatkan pengakuan dari
masyarakat. Dalam hal ini, penata kamera dalam proses pengumpulan data menggunakan metode
kualitatif dengan pendekatan psikologi humanistik sebagai landasan dalam perancangan film. Melalui
film dokumenter, memperlihatkan bagaimana proses seorang tunarungu dalam menunjukan eksistensi
dirinya. Seperti apa penyandang tunarungu dalam menjalani kehidupan sehari-hari dan proses
pengembangan potensinya di bidang seni, terutama seni tari. Tujuan penata kamera untuk membangun
empati penonton dengan cara menunjukan ekspresi dan gestur subjek, didukung dengan pengambilan
gambar full shot, medium shot, dan close up, juga dengan pergerakan kamera handheld dan still. Film
dokumenter ini diharapkan dapat memberi informasi dan kesadaran kepada masyarakat tentang potensi
dan hak para disabilitas untuk diperlakukan secara setara oleh masyarakat.
Kata Kunci: Penata Kamera, Empati, Tunarungu, dan Eksistensi.

 

Abstract

Persons with disabilities need equal and decent treatment from their families and the community. They
are still considered as weak, unable to do anything, and underdeveloped. In fact, they have the potential
that is embedded in them, one of them in the arts. The art of dance is an activity occupied by Taufan, one
of the deaf graduated from the Art Therapy Center. Thanks to the support and good treatment from the
people around him, Taufan feels comfortable and confident to explore the potential he has. He has given
a stage to show the potential he had, so that he got recognition from the community. In this case, the
camera stylist in the process of collecting data uses a qualitative method with a humanistic psychology
approach as the basis for designing the film. Through a documentary film, it shows how the process of a
deaf person shows his existence. Like what deaf people in living their daily lives and the process of
developing their potential in the arts, especially dance. The aim of the camera stylist is to build audience
empathy by showing the subject’s expressions and gestures, supported by taking full shot, medium shot,
and close up, also with hand-held and still camera movements. This documentary film is expected to
provide information and awareness to the public about the potential and rights of persons with
disabilities to be treated equally by the community.

Keywords: Direct of Photography, Empathy, Deaf, and Existence

 

Downloads

Published

2019-08-01

Issue

Section

Program Studi S1 Desain Komunikasi Visual