Produksi Film Dokumenter “suara Ludruk” (film Dokumenter Mengenai Eksistensi Ludruk Di Jawa Timur)

Authors

  • Rizky Andita Berliana Telkom University
  • Twin Agus Pamonojati Telkom University

Abstract

ABSTRAK Ludruk merupakan salah satu kesenian yang berasal dari Jawa Timur. Ludruk pertama kali ada sekitar tahun 1822 dimana berawal dari 2 orang pria yang mementaskan sebuah karya, seperti yang dilansir JawaPos.com dalam penelitain Peacock. Jumlah ludruk yang ada di Jawa Timur juga mengalami kenaikan dan penurunan. Dalam penelitian James L. Peacock pada 1963-1964 mencatat ludruk yang ada di Surabaya sebanyak 584. Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Timur pada tahun 1984-1985 grup ludruk meningkat menjadi 789 grup dan pada 1985-1956 mengalami penurunan menjadi 771 grup. Hingga pada tahun 1987-1988 terdapat 525 grup (Sunarno, 2010). Masih bertahannya beberapa grup ludruk menunjukkan bahwa kesenian ini masih tetap ada, namun eksistensinya tidak seramai dulu. Beberapa pemilik grup ludruk yang penulis temui yaitu Pak Edy dari Ludruk Karya Budaya Mojokerto dan Pak Didik dari Ludruk Budhi Wijaya Jombang mengatakan bahwa ludruk saat ini tidak seramai pada tahun 1980-1990an karena adanya modernisasi dalam media hiburan. Penelitian ini berbentuk film dokumenter dengan tipe dokumenter Expository dimana didalam film dokumenter tersebut tersaji narasi yang dikombinasikan dengan gambar sehingga membentuk film yang informatif. Penelitian ini mengumpulkan data dengan cara obsevasi, studi pustaka serta wawancara. Di dalam film dokementer “Suara Ludruk†ini menceritakan bagaimana sebuah paguyuban ludruk bertahan hingga saat ini. Kata Kunci: Ludruk, Film Dokumenter, Kesenian Jawa Timur ABSTRACT Ludruk is one of the arts originating from East Java. Ludruk was found around 1822 where it’s started 2 men who performed an art, as reported by JawaPos.com in Peacock’s research. The number of ludruk in East Java has increased and decreased In the research of James L. Peacock in 1963-1964, there were 584 ludruks in Surabaya. According to the Ministry of Education and Culture of East java in 1984-1985 the ludruk group increased to 789 groups and in 1985-1956 decreased to 771 groups. Until in 1987-1988 there were 525 groups (Sunarno, 2010).. The persistence of several ludruk groups, shows that this art is still around, but its existence is not as busy as it used to be. Some of the owners of ludruk group that writer was met, Mr. Edy from Ludruk Karya Budaya Mojokerto and Mr. Didik from Ludruk Budhi Wijaya Jombang, said that ludruk is not as busy as it was in the 1980-1990s due to modernization in the entertainment media.This research is in the form of a documentary film with the documentary type expository in which the documentary film is presented with a narrative combined with pictures to form an informative film. This study collected data by means of observation, literature study and interviews. In this documentary film “Suara Ludrukâ€, it tells how a ludruk community has survived to this day. Keywords: Ludruk, documentary film, East Javanese arts

Downloads

Published

2021-04-01

Issue

Section

Program Studi S1 Ilmu Komunikasi